ARTICLE AD BOX
Dalam studi baru, para periset meneliti pengaruh kebiasaan tidur singkat dan tidur lebih lama secara teratur terhadap fungsi otak manusia.
Dalam Medical Daily yang dilansir dari antaranews, Selasa (11/3/2025), hasil studi baru itu menunjukkan kurang tidur secara konsisten berkaitan dengan depresi dan penyusutan otak di wilayah emosional.
Sedangkan tidur terlalu lama secara teratur, menurut hasil penelitian bisa jadi merupakan tanda peringatan dini dari penurunan kognitif, Alzheimer, atau bahkan skizofrenia.
“Studi ini menunjukkan pergeseran paradigma dalam cara kita memahami hubungan antara tidur dan kesehatan,” kata Profesor Jianfeng Feng dari Universitas Warwick, selaku pemimpin studi.
Dia menyampaikan waktu tidur yang pendek sering menjadi penyebab mendasar masalah kesehatan, sedangkan tidur yang panjang cenderung mencerminkan kondisi yang sudah ada sebelumnya.
“Temuan ini menyoroti pentingnya intervensi yang dipersonalisasi untuk mengatasi jalur biologis unik dari orang yang tidur pendek dan panjang,” katanya.
Untuk mengetahui kaitan waktu tidur dengan kondisi otak, penelitian dilakukan pada hampir setengah juta orang dewasa berusia 38 hingga 73 tahun dari basis data UK Biobank dengan menanyakan jam tidur mereka dalam sehari.
Berdasarkan tanggapan mereka, para peserta dibagi menjadi dua kelompok, yakni orang dengan masa tidur pendek (kurang dari tujuh jam) dan orang dengan masa tidur panjang (lebih dari tujuh jam).
Para peneliti kemudian menganalisis data genetik, citra otak, dan hasil pemeriksaan kesehatan secara keseluruhan untuk memahami bagaimana durasi tidur dapat mempengaruhi fungsi otak dan kesehatan kognitif dalam jangka panjang.
Tidur dengan durasi pendek secara teratur dikaitkan dengan masalah psikologis, seperti suasana hati yang buruk dan kelelahan, serta kesehatan otot dan rangka yang lebih buruk.
Hasil pemindaian otak menunjukkan orang yang durasi tidurnya pendek mengalami pengurangan materi otak di area otak yang terlibat dalam emosi, meningkatkan risiko kondisi seperti depresi, penyakit jantung, dan obesitas.
Sedangkan tidur terlalu lama dikaitkan dengan penurunan kognitif, peradangan yang lebih tinggi, dan kesehatan metabolisme yang lebih buruk, yang menurunkan kadar kolesterol ‘baik’.
Hasil pemindaian otak menunjukkan hilangnya materi otak di area yang terkait dengan memori dan area risiko yang diketahui untuk penyakit degeneratif seperti Alzheimer dan skizofrenia. Namun, para peneliti mencatat durasi tidur yang panjang tampaknya merupakan gejala, bukan penyebab dari kondisi ini.
Berdasarkan penelitian, para peneliti mencatat tidur panjang dan tidur pendek merupakan dua proses yang ‘berbeda secara biologis’ dengan asosiasi genetik masing-masing.
“Tujuan utama kami adalah membangun profil kesehatan tidur yang komprehensif di seluruh rentang hidup manusia, menyediakan wawasan yang dapat ditindaklanjuti bagi individu di setiap tahap kehidupan,” kata Profesor Feng.
Sementara itu, studi baru yang dilaksanakan oleh Laboratorium Ilmu Hayati dan Biomedik Westlake di China menunjukkan pengaruh pola tidur terhadap fluktuasi kadar gula dalam darah.
Menurut siaran Hindustan Times sebagaimana dilansir antaranews, Senin (10/3/2025), dalam studi itu para peneliti menggunakan data hasil pemantauan glukosa berkelanjutan untuk melacak pola tidur dan fluktuasi kadar gula darah 1.100 lebih orang dewasa berusia 46 hingga 83 tahun sebagai bagian dari Studi Gizi dan Kesehatan Guangzhou.
Hasilnya menunjukkan orang-orang yang kurang tidur atau tidur larut malam mengalami fluktuasi kadar gula darah yang lebih besar, yang berarti tubuh mereka harus berjuang lebih keras untuk mempertahankan kadar glukosa tetap stabil.
Hasil penelitian, orang-orang yang waktu tidurnya konsisten sedikit mengalami perubahan gula darah terbesar. Orang yang tidak cukup tidur, kurang dari 5,5 jam, juga menunjukkan tanda-tanda variabilitas glikemik yang lebih tinggi.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mereka yang begadang memiliki variabilitas glikemik 1,18 persen lebih tinggi, sementara mereka yang tidur lebih sedikit dan tidur larut malam memiliki kontrol gula darah terburuk dari semuanya.
Selain menimbulkan risiko pada penderita diabetes, fluktuasi kadar gula darah mempengaruhi tingkat energi, rasa lapar, dan kesehatan secara keseluruhan.
Kadar glukosa darah yang tidak stabil dapat menyebabkan peningkatan keinginan untuk makan, membuat metabolisme menjadi lambat, dan menimbulkan risiko resistensi insulin yang lebih tinggi seiring waktu.
Para peneliti merekomendasikan pengaturan pola tidur berikut untuk meningkatkan kualitas tidur dan kontrol kadar gula darah.
- Tetapkan waktu tidur konsisten. Mulai tidur pada waktu yang sama setiap malam membantu tubuh mengatur jam internal.
- Berusaha tidur malam tujuh sampai delapan jam sehari agar tubuh dapat mengatur hormon dan mendukung fungsi metabolism.
- Hindari layar sebelum tidur, karena cahaya biru dari layar ponsel dan TV dapat menunda produksi melatonin dan ini membuat orang jadi lebih susah tidur.
- Batasi camilan larut malam. Makan terlalu dekat dengan waktu tidur dapat menyebabkan lonjakan glukosa yang mengganggu tidur.
- Pastikan tubuh mendapat paparan sinar matahari pagi, yang membantu tubuh mengatur ritme sirkadian untuk tidur lebih baik pada malam hari. 7