ARTICLE AD BOX
Sekaa Gong Eka Wakya Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung Kecamatan Buleleng dan Sekaa Gong Giri Kusuma Desa Bontihing, Kecamatan Kubutambahan, tampil memukau dengan dua sajian tabuh legendaris dan tari klasik.
Sekaa Gong Kebyar Eka Wakya menampilkan tabuh Dwikora dan Tari Gelatik. Tabuh kreasi Dwikora yang dibawakan sekaa gong kebyar yang sudah terbentuk sejak 1906 ini, menceritakan semangat perjuangan dan semangat rakyat Indonesia. Berlatar pada peristiwa 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Dan pada tanggal 3 Mei 1964 di sebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Soekarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora).
Sekretaris Sekaa Gong Kebyar Eka Wakya Gede Arya Septiawan menjelaskan, semangat perjuangan yang kental dengan nasionalisme tersebut dibangkitkan Mayor (Purn) TNI AD I Gusti Agung Made Kertha (Mayor Kertha), salah satu pelatih Eka Wakya. Dia kembali menata tabuh gegenderan dengan mengaransemen serta merekontruksi kembali tabuh kreasi Dwikora yang dipentaskan di Istana Tampaksiring, Bali, pada tahun 1964.
Lalu penampilan keduanya mempersembahkan Tari Gelatik yang juga tarian asli yang dilahirkan gong kebyar Eka Wakya pada tahun 1987. Arya menyebut Tari Gelatik merupakan bentuk kampanye pelestarian lingkungan. “Waktu itu burung gelatik mulai langka akibat eksploitasi berlebihan. Maka diciptakanlah tari ini sebagai bentuk ajakan untuk mencintai alam dan menjaga satwa, salah satunya burung gelatik,” ungkap dia.
Sementara itu, Sekaa Gong kebyar Giri Kusuma juga tidak mau kalah dengan menampilkan dua karya khasnya yakni Tabuh Kreasi Pudak Sumekar dan Tari Kekelik. Koordinator Gong Kebyar Giri Kusuma Putu Sudiarsa menjelaskan, tabuh kreasi Pudak Sumekar tercipta dari inspirasi bunga pudak yang sedang mekar. Tabuh ini diciptakan oleh Made Keranca, murid maestro gong kebyar Buleleng Gde Manik pada tahun 1966.
“Tabuh ini menggambarkan suasana seperti bunga pudak yang harum, air yang sejuk serta suara burung yang merdu menginspirasi terciptanya karya ini,” kata Sudiarsa.
Lalu Tari Kekelik yang ditampilkan Sekaa Giri Kusuma disebut Sudiarsa menggambarkan burung besar bernama Kekelik yang angkuh dan semena-mena. Burung Kekelik ini sering mengganggu burung-burung kecil, yang akhirnya menghimpun kekuatan untuk mengalahkan burung kekelik.
“Filosofi dalam tari ini sangat dalam. Kalau kita bersatu, rintangan apapun bisa kita lewati bersama. Ini selaras dengan misi kami bahwa kebersamaan adalah kekuatan utama,” terang dia.
Kedua sekaa gong legendaris ini pun menyampaikan hormat kepada Pemkab Buleleng yang telah memberinya panggung untuk tampil dan bangkit kembali untuk terus berkarya. Mereka pun berharap, kesempatan untuk seniman tradisi dan klasik bisa tampil agar diagendakan lebih banyak setiap tahunnya.7 k23