Akademisi Undiksha Masih Dampingi Ratusan Siswa SMP

2 days ago 2
ARTICLE AD BOX
SINGARAJA, NusaBali 
Tim mahasiswa dan dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja masih mendampingi ratusan siswa SMP di Buleleng yang belum mampu membaca. Dari pendampingan itu terungkap sejumlah faktor yang menyebabkan para siswa kesulitan membaca. 

Dekan FIP Undiksha, Prof Dr I Wayan Widiana mengungkapkan, dari asesmen yang dilakukan tim sejauh ini, ditemukan setidaknya ada enam faktor yang menyebabkan siswa SMP yang kesulitan membaca. Meliputi gangguan kognitif atau kondisi yang mempengaruhi kemampuan siswa berpikir, gangguan fisik yang meliputi kemampuan penglihatan dan pendengaran.

“Kemudian, gangguan emosional dan psikososial misal anak trauma belajar karena keluarga yang terlalu keras pada anak dan lingkungan sekolah yang kurang nyaman. Ada juga faktor minimnya motivasi atau dukungan dari lingkungan keluarga,” ujarnya, ditemui, Senin (2/6) di Kampus Undiksa Singaraja.

Faktor lainnya diidentifikasi sebagai gangguan perkembangan saraf atau disleksia yang mempengaruhi proses belajar, khususnya dalam hal membaca, mengeja, dan menulis. 

“Berikutnya, adalah bahasa. Ada beberapa siswa yang memiliki kemampuan komunikasi bahasa yang berbeda. Misalnya keseharian berkomunikasi dengan Bahasa Bali, atau keseharian dengan bahasa gadget, begitu di sekolah menggunakan bahasa Indonesia dan belajar dengan huruf latin kesulitan,” bebernya. 
 
Ia menyebutkan, penyebab ratusan siswa SMP kesulitan membaca itu diketahui dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh Tim FIP Undiksha di sekolah. Sebanyak 76 dosen ahli dan 375 mahasiswa semester IV dan VI FIP Undiksha diterjunkan langsung mendampingi siswa yang masih belum bisa membaca itu.

Setiap mahasiswa mendampingi satu siswa dalam sesi dua hingga lima kali per minggu. Di wilayah kota, intensitas pendampingan mencapai lima kali seminggu, sementara di desa hanya dua atau tiga kali karena keterbatasan waktu dan jarak tempuh. 

Pendampingan yang dipimpin oleh Wakil Dekan Bidang Akademik, Prof Dr Kadek Suranata, mengungkap hasil mengejutkan. Dari 356 siswa SMP yang kesulitan membaca, 43,1 persen di antaranya teridentifikasi berada pada level dasar, yakni belum bisa hafal abjad dan membaca terbata-bata.

Kemudian 36,5 persen siswa masuk kategori menengah, mampu mengenal huruf tapi kesulitan membaca kalimat panjang atau kata dengan konsonan ganda. Sementara 20,4 persen lainnya berada di level lanjut, sudah lancar membaca namun belum mampu memahami isi bacaan dengan baik.

Suranata menyebut, tim pendamping menggunakan pendekatan kreatif seperti kartu huruf, buku cerita anak, komik digital, hingga lagu edukatif. Upaya itu dilakukan menangani siswa yang masih belum bisa membaca. Mahasiswa relawan diwajibkan membuat laporan perkembangan siswa secara berkala yang akan dijadikan dasar evaluasi.

Pendampingan akan terus dilakukan hingga September 2025, terutama bagi siswa yang berada di level dasar. Hasil evaluasi bulanan akan diserahkan ke sekolah dan Pemerintah Daerah untuk mendorong tindak lanjut kebijakan pendidikan. Termasuk kemungkinan merujuk siswa ke sekolah inklusi jika belum menunjukkan perkembangan signifikan.

“Setiap bulan akan kami pantau perkembangan siswa. Kalau memang sampai September masih ada siswa yang belum bisa membaca, berarti harus ada penanganan khusus. Datanya akan kami serahkan ke Pemkab agar ditindaklanjuti mungkin bisa disekolahkan ke sekolah inklusi,” ucap Suranata.

Pendampingan ini diharapkan menjadi percontohan agar penanganan masalah literasi tidak berhenti di tengah jalan. Tim FIP juga mendorong Pemkab Buleleng untuk lebih serius mengoptimalkan Unit Layanan Disabilitas Bidang Pendidikan Inklusif milik Disdikpora. “Yang mengalami gangguan pendengaran dan penglihatan agar diberikan alat bantu. Siswa yang gangguan mental berikan pendampingan psikolog,” tandasnya.7 mzk
Read Entire Article